KONSULTASI
Logo

EUDR Adalah Peluang Jika Pemerintah Lakukan Hal Ini

13 Agustus 2025
AuthorTim Redaksi
EditorEditor
EUDR Adalah Peluang Jika Pemerintah Lakukan Hal Ini

Sawitsetara.co – Jakarta – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mendapat kesempatan sebagai narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) di Wyndham Hotel Jakarta, pada Selasa (12/08/2025). Pertemuan ini membahas tentang Disparitas antara Praktik dan Persyaratan European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Adapun pertemuan ini ditaja oleh Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) dan dihadiri APKASINDO, Staf Ahli Kementerian Koordinator Pangan (Kemenko Pangan), Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan lainnya.

Dalam pertemuan ini APKASINDO diwakili oleh Djono A Burhan, S.Kom, MMgt(Int. Bus), CC, CL, selaku Head of International Relation DPP APKASINDO mewakili Ketua Umum yang diundang menjadi salah satu narasumber FGD. Dalam kesempatannya, Djono menyampaikan bahwa EUDR adalah adalah tantangan yang menjadi peluang dalam industri kelapa sawit.

“Khususnya bagi petani kelapa sawit di seluruh Indonesia karena banyak dari regulasi-regulasi EUDR itu secara praktik masih sulit untuk diimplementasikan, salah satunya adalah traceability,” kata Djono dalam keterangannya kepada sawitsetara.co, Selasa (11/8).

Sebagai informasi, EUDR Adalah regulasi baru dari Uni Eropa (UE) bertujuan mencegah dan mengurangi deforestasi yang disebabkan oleh produk yang masuk ke pasar UE. Regulasi ini mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa produk yang mereka perdagangkan, impor, atau ekspor ke UE tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi atau degradasi hutan.

Sesuai arahan bapak Ketua Umum, Dr. Gulat ME Manurung, MP, C.APO, C.IMA, Djono menekankan “penting untuk selalu  mengikutsertakan petani kelapa sawit terkhusus APKASINDO dalam setiap dialog kebijakan nasional dan internasional, sehingga suara petani sawit itu terwakili dan petani tidak merasa ditinggalkan, karena petani lah yang paling merasakan tiga dimensi keberlanjutan, yaitu ekonomi, sosial dan ekologi,” katanya.

Djono juga menyinggung keputusan EU Commission yang menunda pelaksanaan EUDR hingga Desember 2025. Penundaan ini berdampak positif pada harga crude palm oil (CPO) yang langsung naik. Di mana meningkatnya harga CPO juga berdampak positif bagi harga TBS petani kelapa sawit.

“Setiap permasalahan atau stigma yang terbentuk oleh regulasi-regulasi internasional dan juga nasional itu dampaknya paling terasa adalah oleh petani sawit. Karena petani kelapa sawit tidak bisa menekan ke mana-mana,” kata Djono.

Di satu sisi, kata Djono, petani sawit adalah tulang punggung perekonomian Indonesia yang memberikan devisa sangat besar bagi Tanah Air. Ia mengingatkan terlebih Indonesia baru saja melaksanakan perjanjian freetrade agreement yaitu Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

“Tantangan menjadi peluang ini menurut Djono harus menjadi roh dari tim delegasi Indonesia, salah satu caranya adalah dengan meningkatnya rasio serapan domestik. Perlu dicatat bahwa serapan domestik Indonesia per 2024 lalu mencapai 45% dari total produksi CPO Indonesia, 55% nya di ekspor dalam berbagai bentuk turunan CPO dan CPO, namun ekspor CPO saat ini sangat kecil dibawah 5%, jika tahun 2026 sudah B50, potensi serapan domestik bisa diatas 50%.”ujar Djono.

Bayangkan saja 45% diserap domestik, sisanya 55% di gunakan paling tidak 200 negara, maka saya sebut EUDR itu tantangan yang sesungguhnya adalah peluang, lanjut Djono.

“Hal ini sejalan dengan informasi dari pemerintah tentang penambahan 1 juta ton ekspor CPO ekstra yang akan dikirim kepada EU. Dan juga, Kementerian Perdagangan mengatakan bahwa akan ada protokol khusus sawit yang akan menaungi trade antara  Indonesia dan EU”kata Djono Mahasiswa Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Riau.

Adapun Direktur Kerjasama Internasional INDEF Imaduddin Abdullah, PhD menyatakan bahwa sesungguhnya lebih dari 50% petani kelapa sawit belum mengetahui adanya regulasi EUDR tapi petani merasakan efek negatif dari regulasi ini, salah satunya penurunan harga TBS 1% sampai 9%.

“Jadi ini merupakan data yang penting, efek dari regulasi internasional sudah terdampak diawall kepada petani sawit,” katanya saat pembukaan diskusi.


Berita Sebelumnya
Harga CPO di Kalteng Periode II Juli Ditetapkan Rp14.014,20, Harga TBS Terkerek Naik

Harga CPO di Kalteng Periode II Juli Ditetapkan Rp14.014,20, Harga TBS Terkerek Naik

sawitsetara.co – PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Perkebunan meng

12 Agustus 2025 | Edukasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *