sawitsetara.co – JAKARTA – Indonesia dan Peru membuka babak baru kerja sama dengan ditandatanganinya Indonesia-Peru Comprehensive Economic Partnership Agreement (IP-CEPA). Penandatanganan dilakukan Menteri Perdagangan RI Budi Santoso dan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata Peru Ursula Desilu Leon Chempen
IP-CEPA menjadi persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif kedua Indonesia di kawasan Amerika Latin. Melalui penadatanganan ini maka produk prioritas Indonesia yang mendapat akses pasar ke Peru, antara lain, kendaraan bermotor, alas kaki, tekstil, kelapa sawit, dan peralatan pendingin.
Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono, perjanjian ini juga menjadi referensi penting bagi Indonesia dalam proses aksesi ke Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), mengingat Peru merupakan salah satu anggotanya.
“Kita sudah mengetahui ekspektasi Peru, sehingga lebih siap dalam menghadapi perundingan CPTPP,” kata Djatmiko dalam media briefing di Kantor Kemendag Jakarta.
Tidak hanya itu, Djatmiko menambahkan, setelah implementasi, diversifikasi ekspor Indonesia ke Peru diproyeksikan dapat mencapai nilai hingga USD5 miliar. Sektor-sektor yang memiliki prospek terbesar meliputi tekstil dan alas kaki, otomotif dan suku cadang, biodiesel dan kelapa sawit, produk perikanan dan olahan makanan, karet, serta mesin khusus.
Seperti diketahui pada 2024, total perdagangan kedua negara mencapai USD480,7 juta dengan ekspor Indonesia ke Peru sebesar USD331,2 juta dan impor Indonesia dari Peru USD 149,6 juta.
Produk unggulan ekspor Indonesia ke Peru pada 2024 meliputi kendaraan bermotor dengan nilai mencapai USD120,8 juta, alas kaki berbahan tekstil (USD21,8 juta), minyak sawit dan turunannya (USD21,2 juta).
Lebih lanjut berdasarkan catatan Kemendag, Ekspor Indonesia pada Mei 2025 mencapai USD24,61 miliar, tumbuh 18,66 persen dibanding April 2025 (MoM) dan tumbuh 9,68 persen dibanding Mei 2024 (YoY). Kenaikan ini terutama didorong ekspor nonmigas yang naik 20,07 persen, meskipun ekspor migas turun 4,99 persen.
“Kinerja ekspor membaik seiring meningkatnya harga komoditas utama seperti besi baja, logam mulia, dan nikel, serta naiknya permintaan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan nikel. Normalisasi perdagangan pascalibur Idulfitri juga turut mendorong ekspor,” terang Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Sektor industri pengolahan mendominasi ekspor nonmigas dengan kontribusi 84,07 persen, disusul pertambangan dan lainnya (13,23 persen), serta pertanian (2,70 persen). Secara bulanan, ekspor pertanian naik 32,16 persen, industri pengolahan naik 23,89 persen, sementara pertambangan turun 1,14 persen (MoM).
Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi pada Mei 2025 yakni logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) yang naik 86,30 persen; lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) 42,08 persen; serta mesin dan peralatan mekanis (HS 84) 39,35 persen.
Dilihat dari negara tujuan, Tiongkok, Amerika Serikat, dan India masih menjadi tiga pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai total USD9,81 miliar, atau 41,75 persen dari total ekspor nonmigas nasional.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *