sawitsetara.co – JAKARTA – Pemerintah terus berupaya menegosiasi Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif sejumlah komoditas ekspor Indonesia, termasuk sawit, kakao, kopi, hingga produk mineral. Langkah ini tengah disiapkan demi komoditas potensial terhindar dari beban tarif resiprokal sebesar 19%.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan pemerintah telah mengajukan daftar komoditas-komoditas potensial tersebut ke United States Trade Representative (USTR). Pemangku kebijakan menargetkan penurunan tarif ekspor ke AS hingga 0%.
“Kita tinggal nunggu nanti kita targetkan itu tarifnya nggak kena yang resiprokal 19% tapi bisa kita usahakan untuk negosiasi sampai 0%,” kata Susiwijono usai menghadiri acara Pembukaan Indonesia Shopping Festival 2025, Kamis (14/8/2025).
Sebelumnya, penetapan tarif barang impor dari Indonesia ke AS sebesar 19% memunculkan berbagai spekulasi di kalangan pelaku usaha dan pengamat ekonomi. Meski lebih rendah dari ancaman tarif impor sebelumnya yang mencapai 32%, kebijakan ini tetap menyisakan kekhawatiran sekaligus peluang.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memetakan dampak kebijakan ini ke dalam tiga skenario: negatif, netral, dan positif. Dalam Skenario Negatif, sektor-sektor padat karya seperti udang, alas kaki, dan tekstil menjadi yang paling terdampak.
Asosiasi petambak udang memperkirakan ekspor ke AS bisa anjlok hingga 30%, yang berisiko mengancam lebih dari satu juta tenaga kerja di sektor tersebut. Jika volume ekspor ke AS turun 20–30%, dampak terhadap PDB nasional diperkirakan sekitar 0,37–0,56 poin. Membuat pertumbuhan tahunan bisa terkoreksi ke kisaran 4,3–4,5%.
Selain itu, sebagaimana disampaikan Achmad dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025), pembukaan keran impor produk AS secara besar-besaran berpotensi memperlebar defisit perdagangan, menekan nilai tukar rupiah, dan memberi tekanan baru pada industri lokal yang belum sepenuhnya siap menghadapi persaingan.
Sedangkan skenario netral memproyeksikan dampak lebih ringan berkat diversifikasi pasar ekspor. Dengan kontribusi AS yang hanya sekitar 9,9% dari total ekspor Indonesia, penurunan ekspor diprediksi terbatas di angka 15%. Dampak terhadap PDB pun hanya sekitar 0,28 poin.
Pemerintah dan dunia usaha dilaporkan mulai bergerak cepat mengalihkan ekspor ke pasar lain seperti China, Timur Tengah, Kanada, dan Uni Eropa, alih-alih AS. Langkah-langkah adaptif seperti stimulus fiskal, pelonggaran suku bunga BI, dan proyek infrastruktur juga ikut menjaga daya dorong ekonomi domestik.
“Dalam kondisi ini, pertumbuhan ekonomi Semester II 2025 diperkirakan tetap bisa bertahan di kisaran 4,8–4,9%. Konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi penopang utama, sementara penurunan ekspor ke AS sebagian besar dapat diimbangi oleh peningkatan permintaan dari pasar lain dan stimulus domestik,” katanya.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *