sawitsetara.co - PEKANBARU - Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO, Dr. Rino Afrino, menegaskan bahwa target ambisius produksi sawit nasional sebesar 100 juta ton pada tahun 2045 bukanlah mimpi yang mustahil, asalkan didukung oleh langkah konkret, terutama percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), penggunaan bibit unggul, serta pembentukan Badan Otoritas Sawit Indonesia.
Hal itu disampaikan Rino dalam seminar nasional bertema “Mampukah Produksi Sawit 100 Juta Ton Tercapai pada 2045?” yang digelar dalam rangkaian Sawit Indonesia Expo and Conference (SIEXPO) 2025 di SKA Co-Ex Pekanbaru, Riau, pada 7–9 Agustus 2025. Seminar ini juga menghadirkan Ketua Umum GAPKI Eddy Martono dan Agronomist APAC K+S Asia Pasific Jacques Poulian, dengan moderator Djono Albar Burhan, S.Kom, MMgt (Int. Bus), CC, CL.
Rino mengungkapkan bahwa untuk mencapai target tersebut, petani sawit swadaya harus terlebih dahulu mengatasi berbagai tantangan, seperti dominasi tanaman tua, rendahnya produktivitas yang masih di kisaran 2–3 ton per hektare per tahun, serta keterbatasan akses terhadap permodalan, teknologi, dan pendampingan teknis.
“PSR harus dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional. Lompatan produktivitas dan pendapatan petani bisa dicapai dengan regulasi yang jelas dan dukungan birokrasi yang lebih simpel,” jelasnya.
APKASINDO juga mengusulkan agar PSR otomatis berlaku bagi sawit eksisting yang ditanam sebelum 2020, sesuai amanat UU Cipta Kerja. Sertifikasi ISPO pun harus dirampungkan sebelum 2029, seiring dengan dorongan terhadap digitalisasi dan mekanisasi pertanian, serta integrasi program-program seperti sarana-prasarana, ISPO, dan PSR melalui BPDPKS.
Dalam pemaparannya, Rino menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu menunggu hingga 2045 untuk mencapai 100 juta ton CPO. “Dengan fast track berupa legalisasi lahan, pembenahan tata kelola, peningkatan produktivitas, dan jaminan pasar yang adil, target ini bisa tercapai lebih cepat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pembentukan Badan Otoritas Sawit Nasional (BKSN) sebagai lembaga tunggal yang menyatukan tata kelola perizinan, diplomasi, riset, hingga penentuan harga sawit nasional. Menurutnya, konsolidasi lembaga dari 37 kementerian/lembaga menjadi satu badan akan mempercepat efisiensi, optimalisasi penerimaan negara, dan penguatan posisi sawit Indonesia di kancah global.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *