sawitsetara.co - SAMARINDA - Polemik soal rencana negara mengambil alih tanah terlantar selama dua tahun menuai reaksi beragam. Salah satunya datang dari Akhmad Indradi, petani kelapa sawit asal Kalimantan Timur yang juga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan pengurus DPP Apkasindo.
Secara pribadi, Indradi mendukung penertiban tanah terlantar sesuai PP 20/2021, namun dengan beberapa catatan penting agar tidak merugikan masyarakat kecil.
“Penertiban tanah itu sah saja, tapi pemerintah juga harus hadir membantu masyarakat agar bisa mengelola lahannya dulu, jangan langsung main ambil,” tegasnya.
Menurut Indradi, banyak lahan yang tampak terlantar karena warga tidak punya akses atau kemampuan untuk mengelolanya, bukan karena sengaja dibiarkan.
“Di Kalimantan itu banyak lahan terisolasi, akses jalan buruk, bahkan tidak ada. Bagaimana mau tanam sawit atau karet kalau angkut hasil panen saja sulit?” katanya.
Ia menegaskan, pemerintah perlu membangun infrastruktur dasar, seperti jalan produksi, serta memberi bantuan bibit, pelatihan, dan akses permodalan agar lahan bisa benar-benar dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Indradi juga menyoroti tingginya biaya administrasi untuk mendapatkan sertifikat tanah yang justru jadi penghalang legalisasi tanah oleh masyarakat.
“Di tempat saya, harga tanah 8 juta per hektare, tapi buat sertifikat saja bisa sampai 6-7 juta. Ini tidak adil. Kalau program PTSL tidak jalan, setidaknya biaya sertifikasi harus ditekan,” ujarnya.
Menurutnya, BPN seharusnya bisa membuat proses sertifikasi murah, apalagi operasional mereka sudah dibiayai negara.
Indradi mengingatkan, proses penertiban jangan sampai dijalankan dengan cara yang meresahkan dan tidak transparan. Sosialisasi harus jelas dan adil.
“Jangan asal pasang plang seperti Satgas PKH di kawasan hutan, padahal belum ada penetapan kawasan sesuai aturan. Ini bisa picu konflik,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa niat penertiban harus benar-benar tulus untuk kepentingan rakyat, bukan untuk menggusur demi kepentingan elite atau proyek besar.
“Banyak lahan rakyat yang diambil alih pakai aturan, lalu dikasih ke pengusaha besar. Ini bikin rakyat makin tidak percaya ke negara,” tegas Indradi.
Indradi menegaskan bahwa petani dan masyarakat lokal siap mengelola lahannya secara produktif, asal pemerintah hadir memberikan dukungan nyata, bukan sekadar menuntut.
“Jangan hanya tuntut rakyat manfaatkan tanah, tapi bantuan tidak ada. Pemerintah juga harus proaktif, seperti rakyatnya diminta proaktif,” pungkasnya.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *