KONSULTASI
Logo

Sawit di Riau: Dari Hulu – Hilir – UMKM – Hingga Mengolah Limbah

8 Agustus 2025
AuthorTim Redaksi
EditorEditor
Sawit di Riau: Dari Hulu – Hilir – UMKM – Hingga Mengolah Limbah

sawitsetara.co – PEKANBARU – Provinsi Riau tidak hanya sebagai provinsi yang memiliki tanaman sawit terluas di Indonesia tapi juga sebagai provinsi yang mengolah sawit hingga hilir dan memiliki produk-produk dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta mengolah limbah sawit.


Potensi hilirisasi kelapa sawit di Riau bukan hanya milik perusahaan besar. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun mulai mengambil peran, mengubah produk turunan dan limbah sawit menjadi peluang ekonomi. Hal ini mengemuka dalam Seminar Sesi I Hari Kedua SIEXPO 2025, Jumat (8 Agustus 2025), bertema “Strategi Pemasaran Produk UKM Sawit” di Pekanbaru Convention and Exhibition (SKA-CoEx).


Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau, Yusuf Nuh, memaparkan bahwa Riau memiliki 287 pabrik kelapa sawit (PKS), dengan data di SIINAS mencatat 190 perusahaan berkapasitas total 12.857 ton TBS/jam. Pada semester I 2025, investasi hilirisasi kelapa sawit di Riau menyumbang 60 persen dari total Rp6,23 triliun realisasi investasi hilirisasi sumber daya alam.


“Industri sawit kini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) era Presiden Prabowo Subianto. Bahkan di tengah gejolak global dan tarif baru AS, ekspor nonmigas, termasuk sawit, tetap meningkat,” ujar Yusuf.


Yusuf menilai tren legalitas UMKM di Riau terus naik, meski tantangan seperti legalitas lahan, pembiayaan ISPO, teknologi, inovasi, hingga kampanye negatif masih menjadi hambatan. Ia mencatat, peluang ekonomi bagi UMKM sawit terbuka lebar dengan adanya realisasi investasi di sektor bahan minyak goreng tersebut hampir Rp4 triliun setahun ini.


Pendiri UMKM Lanting Melayu, Alen Disinatani, menceritakan bagaimana komunitas yang berdiri 12 November 2023 ini kini memiliki 210 anggota, mayoritas ibu rumah tangga di Pekanbaru dan sekitarnya.


Selain memproduksi makanan ringan, Lanting Melayu fokus pada produk turunan sawit berbasis limbah rumah tangga, seperti lilin aromaterapi dan sabun dari minyak jelantah.


“Kami ingin memanfaatkan limbah minyak jelantah untuk bahan lilin dan aroma terapi, menerapkan prinsip zero waste, dan membuktikan bahwa sawit bisa diolah kreatif sekaligus ramah lingkungan,” ujarnya.


Dari Dumai, KH W Zainal Abidin, pengelola Ponpes Al Amin sekaligus ketua program Santripreneur Sawit, mengisahkan perjalanan mereka merintis produk UMKM berbasis pangan.


Awalnya memproduksi keripik tempe, singkong, pisang, hingga bawang, mereka kemudian memanfaatkan limbah kulit singkong menjadi kerupuk khas, menambah inovasi seperti kerupuk wortel, kerupuk jamur tiram, dan sirup wortel.


“Kami ingin UMKM tak hanya mencari untung, tapi juga menolong. Kuncinya disiplin, kerja keras, dan menghargai teknologi,” pesannya.


Ponpes ini rencananya akan mulai menjajaki pasar ekspor ke Belanda pada 2026, menggandeng jejaring 500 pesantren di Riau.


Dari sektor kriya, Reza Bastian dari IKM Rumah Tamadun memanfaatkan limbah lidi sawit menjadi tas, tempat tisu, piring, dan produk aromaterapi yang diminati pasar luar negeri.


Berdiri sejak 2017, Rumah Tamadun telah mengekspor produk ke Malaysia, Singapura, dan mengikuti pameran di Amerika Serikat. Mereka bahkan mengembangkan teh daun sawit dan mengoperasikan galeri, studio, kafe, sekaligus workshop pelatihan.


“Banyak orang luar mencari kerajinan dari lidi sawit karena tahan lama dan unik. Kami tidak hanya menjual, tapi juga melatih masyarakat memanfaatkannya,” jelas Reza.


Seminar ini menegaskan bahwa potensi UMKM sawit Riau sangat besar, baik di sektor pangan, kerajinan, maupun inovasi limbah. Namun, sinergi pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas menjadi kunci untuk mengatasi hambatan permodalan, regulasi, dan akses pasar.


Dengan dukungan kebijakan hilirisasi, stimulus modal, serta pelatihan keterampilan, UMKM sawit Riau tidak hanya berpeluang menguasai pasar domestik, tapi juga menjadi pemain ekspor yang diperhitungkan di tingkat global.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *