sawitsetara.co - JAKARTA - Di tengah tantangan berat lima tahun terakhir, industri kelapa sawit tetap menjadi penopang utama ekonomi nasional. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menegaskan bahwa meski produksi stagnan dan produktivitas menurun, peran sawit dalam menjaga devisa dan menyerap tenaga kerja masih sangat besar.
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menyebut industri sawit menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja, baik di sektor hulu maupun hilir. Tahun 2024, ekspor sawit menyumbang devisa sebesar US$ 27,6 miliar, dan penggunaan sawit untuk biodiesel mampu menghemat impor energi senilai US$ 7,92 miliar.
“Kontribusi sawit bukan hanya pada ekspor, tapi juga pada ketahanan energi nasional. Ini tidak bisa dipisahkan dari perjalanan 80 tahun Indonesia merdeka,” tegas Eddy.
Namun, GAPKI mencatat bahwa produksi sawit nasional dalam lima tahun terakhir cenderung stagnan, sementara konsumsi domestik terutama untuk kebutuhan biodiesel terus meningkat. Penyebab utamanya adalah banyak kebun sawit rakyat yang menggunakan tanaman tua dan belum diremajakan.
“Kalau konsumsi terus naik tapi produksi tidak ikut naik, ekspor bisa turun, dan devisa ikut berkurang,” jelas Eddy.
Saat ini, sekitar 40% dari total 16 juta hektare lahan sawit nasional dikelola oleh petani rakyat. Ini menunjukkan bahwa industri sawit bukan hanya milik perusahaan besar, tapi juga menjadi tumpuan hidup jutaan keluarga petani.
Di luar masalah teknis, industri sawit juga dihantam berbagai hambatan eksternal dan internal. Di pasar global, sawit kerap menjadi sasaran diskriminasi perdagangan atas nama isu keberlanjutan. Di dalam negeri, persoalan hukum dan status lahan di kawasan hutan belum kunjung tuntas.
“Kita butuh sinergi kuat antara pemerintah dan pelaku usaha untuk menjaga daya saing industri sawit,” tegas Eddy.
Untuk keluar dari stagnasi, GAPKI mendorong percepatan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dukungan pembiayaan, serta kebijakan yang lebih berpihak kepada petani dan pelaku usaha.
“Dengan fondasi yang kuat, industri sawit bisa terus jadi lokomotif devisa dan pilar energi hijau Indonesia ke depan,” tutup Eddy.
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *